Saturday 14 May 2016

Penjelasan Dan Hukum Menutup Aurat


bujairimi.blogspot.co.id

Penjelasan Dan Hukum Menutup Aurat

Aurat adalah bagian dari tubuh manusia yang wajib ditutupi dari pandangan orang lain dengan pakaian. Menampakkan aurat bagi umat Islam dianggap melanggar syariat dan dihukumi sebagai sebuah dosa.
 Al-Qurʾān menyatakan bahwa:

يَٰنِسَآءَ ٱلنَّبِيِّ لَسۡتُنَّ كَأَحَدٖ مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِنِ ٱتَّقَيۡتُنَّۚ فَلَا تَخۡضَعۡنَ بِٱلۡقَوۡلِ فَيَطۡمَعَ ٱلَّذِي فِي قَلۡبِهِۦ مَرَضٞ وَقُلۡنَ قَوۡلٗا مَّعۡرُوفٗا

“ Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,"
(Al-Ahzab [33] ayat: 32).

Penjelasan dalam Al-Qurʾān

وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ

“ Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita, dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."
(An-Nuur [24] ayat 31).


يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا

“Hai nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang."
(Al-Ahzab [33] ayat: 59).

Pendapat Ulama Tentang Aurat
Madzhab Syafi’i
Pendapat para ulama Madzhab Syafi’i tentang batasan aurat perempuan, sebagai berikut :
1. Imam Syafi’i menyatakan dalam Al-Um ketika menjelaskan syarat-syarat shalat sebagai berikut :

وكل بدن المرأة عورة إلا كفيها ووجهها

“Dan seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali telapak tangan dan wajahnya.”
Lihat:
Syafi’i, Al-Um, (Tahqiq dan Takhrij oleh Dr Rifa’at Fauzi Abd Al-Mutahallib), Juz. 2, Hal. 201.

2. Ibnu Al-Munzir mengatakan dalam kitabnya, Al-Awsath sebagai berikut :

واختلفوا فيما عليها ان تغطي في الصلاة فقالت طائفة : على المرأة ان تغطي ما سوى كفيها و وجهها. هذا قول الاوزاعي والشافعي وابي ثور

“Para ulama berbeda pendapat dalam hal kewajiban perempuan menutup aurat dalam shalat.
Sekelompok ulama mengatakan wajib atas perempuan menutup seluruh badannya kecuali kedua telapak tangan dan wajahnya.
Ini merupakan pendapat Al-Auza’i, Syafi’i dan Abu Tsur”.

Selanjutnya Ibnu Al-Munzir menyebutkan pendapat ahli tafsir dalam menafsirkan Surah An-Nuur [24] ayat 31 sebagai dalil pendapat di atas.

Surah An-Nuur [24] ayat 31 tersebut berbunyi :

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."
(Surah An-Nuur [24] ayat 31).

Ibnu Al-Munzir mengatakan bahwa Ibnu Abbas, ‘Atha’, Makhul dan Said Bin Jubair berpendapat bahwa maksud dari yang biasa yang nampak itu adalah kedua telapak tangan dan wajahnya.
Lihat:
Ibnu Al-Munzir, Al-Awsath, Dar Al-Falah, Riyadh, Juz. 5, Hal. 53.

3. Abu Ishaq Asy-Syairazi mengatakan :

أما الحرة فجميع بدنها عورة إلا الوجه والكفين لقوله تعالى ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها قال ابن عباس: وجهها وكفيها ولأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى المرأة في الحرام عن لبس القفازين والنقاب ولو كان الوجه والكف عورة لما حرم سترهما ولأن الحاجة تدعو إلى إبراز الوجه في البيع والشراء وإلى إبراز الكف للأخذ والإعطاء فلم يجعل ذلك عورة

"Adapun wanita merdeka, maka seluruh tubuhnya merupakan aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangan.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak dari padanya”.
Ibnu ‘Abbas berkata (mengomentari ayat ini), ‘yang dimaksud adalah wajah dan dua telapak tangannya’.
Dasar lainnya adalah karena Nabi SAW melarang wanita ketika ihram memakai sarung tangan dan cadar.
Seandainya wajah dan telapak tangan merupakan aurat, Rasulullah tidak akan mengharamkan menutupnya.
Alasan lainnya adalah karena adanya keperluan yang menuntut seorang wanita untuk menampakkan wajah dalam jual beli, dan menampakkan telapak tangan ketika memberi dan menerima sesuatu. Maka, tidak dijadikan wajah dan telapak tangan sebagai aurat.
Lihat:
Abu Ishaq Asy-Syairazi, Al-Muhazzab, dicetak bersama Majmu’ Syarh Al-Muhazzab, Maktabah Al-Irsyad, Jeddah, Juz. 3, Hal. 173.

4. Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan :

ان المشهور من مذهبنا أن عورة الرجل ما بين سرته وركبته وكذلك الامة وعورة الحرة جميع بدنها الا الوجه والكفين وبهذا كله قال مالك وطائفة وهي رواية عن احمد

“Pendapat yang masyhur dalam mazhab kami (syafi’iyah) bahwa aurat pria adalah antara pusar hingga lutut, begitu pula budak perempuan.
Sedangkan aurat perempuan merdeka adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan.
Demikian pula pendapat yang dianut oleh Malik dan sekelompok ulama serta menjadi salah satu pendapat Imam Ahmad.”
Lihat:
An-Nawawi, Majmu’ Syarh Al-Muhazzab, Maktabah Al-Irsyad, Jeddah, Juz. 3, Hal. 174.

5. Dalam Tuhfah Al-Muhtaj, disebutkan :

 (وَ) عَوْرَةُ (الْحُرَّةِ) وَلَوْ غَيْرَ مُمَيِّزَةٍ وَالْخُنْثَى الْحُرِّ (مَا سِوَى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ) ظَهْرُهُمَا وَبَطْنُهُمَا إلَى الْكُوعَيْنِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا أَيْ إلَّا الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ وَلِلْحَاجَةِ لِكَشْفِهِمَا وَإِنَّمَا حَرُمَ نَظَرُهُمَا كَالزَّائِدِ عَلَى عَوْرَةِ الْأَمَةِ لِأَنَّ ذَلِكَ مَظِنَّةٌ لِلْفِتْنَةِ

"Aurat wanita merdeka, meskipun dia itu belum mumayyiz dan aurat khuntsa merdeka adalah selain wajah dan dua telapak tangan, dhahirnya dan bathinnya sehingga dua persendiannya, berdasarkan firman Allah :
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak dari padanya”, yaitu kecuali wajah dan dua telapak tangan.
Alasan lain adalah karena ada keperluan membukanya.
Hanya haram melihat wajah dan kedua telapak tangan seperti halnya yang lebih dari aurat hamba sahaya wanita, karena yang demikian itu berpotensi menimbulkan fitnah.
Lihat:
Ibnu Hajar Al-Haitamy, Tuhfah Al-Muhtaj, dicetak pada hamisy Hawasyi Syarwani, Mathba’ah Mushthafa Muhammad, Mesir, Juz. 2, Hal. 111-112.
6. Asy Syarwani berkata:

إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل أي ما بين السرة والركبة

“Wanita memiliki tiga jenis aurat,
(1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan,
(2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad,
(3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut”
Lihat:
Syarwani, Hawasyi Syarwani ‘ala Tuhfah Al-Muhtaj, Mathba’ah Mushthafa Muhammad, Mesir, Juz. 2, Hal. 112.
7. Ibnu Qaasim Al-Abadi berkata:

فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا

“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah”.
Lihat:
Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, Juz 3. Hal. 115.
8. Syaikh Sulaiman Al-Jamal berkata:

غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن

“Maksud perkataan An-Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga lutut. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan”.
Lihat:
Hasyiyah Al-Jamal Ala’ Syarh Al-Minhaj. Hal. 411.
9. Syaikh Taqiyuddin Al-Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:

ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب

"Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan.
Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat, kecuali jika di masjid yang kondisinya sulit terjaga dari pandangan lelaki ajnabi.
Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab."
Lihat:
Syaikh Taqiyuddin Al-Hushni, Kifayatuul Akhyar, Dar Al-Kutub Al-Arabiyah, Beirut, Hal. 144.
10. Dalam I’anah Ath-Thalibin disebutkan :

قال في فتح الجواد: ولا ينافيه، أي ما حكاه الإمام من اتفاق المسلمين على المنع، ما نقله القاضي عياض عن العلماء أنه لا يجب على المرأة ستر وجهها في طريقها، وإنما ذلك سنة، وعلى الرجال غض البصر لأن منعهن من ذلك ليس لوجوب الستر عليهن، بل لأن فيه مصلحة عامة بسد باب الفتنة. نعم، الوجه وجوبه عليها إذا علمت نظر أجنبي إليها أخذا من قولهم يلزمها ستر وجهها عن الذمية، ولأن في بقاء كشفه إعانة على الحرام

"Pengarang Fath Al-Jawad mengatakan, “Apa yang diceritakan oleh Al-Imam bahwa sepakat kaum muslimin atas terlarang (terlarang wanita keluar dengan terbuka wajah) tidak berlawanan dengan yang dikutip oleh Qadhi ‘Iyadh dari ulama bahwa tidak wajib atas wanita menutup wajahnya pada jalan, yang demikian itu hanya sunnah dan hanyasanya atas laki-laki wajib memicing pandangannya, karena terlarang wanita yang demikian itu bukan karena wajib menutup wajah atas mereka, tetapi karena di situ ada maslahah yang umum dengan menutup pintu fitnah.
Namun menurut pendapat yang kuat wajib menutupnya atas wanita apabila diketahuinya ada pandangan laki-laki ajnabi kepadanya, karena memahami dari perkataan ulama “wanita wajib menutup wajahnya dari kafir zimmi” dan juga karena membiarkan terbuka wajah membantu atas sesuatu yang haram.
Lihat:
Sayyid Al-Bakriy Asy-Syatha, I’anah ath-Thalibin, Thaha Putra, Semarang, Juz. 3, Hal. 258-259.
11. Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:

وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها

“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan”.
Lihat:
Fathul Qaarib. Hal. 19.
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, dapat dipahami dalam mazhab Syafi’i sebagai berikut :
1. Aurat wanita merdeka dalam shalat dalam artian wajib ditutupinya adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Aurat wanita merdeka di luar shalat dalam artian haram memandangnya oleh laki-laki ajnabi (bukan mahramnya) adalah seluruh tubuh tanpa kecuali, yaitu termasuk wajah dan telapak tangan.
3. Aurat wanita merdeka di luar shalat dalam artian wajib menutupinya sama dengan aurat dalam shalat, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
4. Wajib menutup wajah dan telapak tangan di dalam dan diluar shalat atas wanita apabila diketahuinya ada pandangan laki-laki bukan mahram kepadanya.
Adapun argumentasi aurat wanita merdeka dalam shalat dan diluar shalat dalam artian wajib ditutupinya adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan adalah firman Allah berbunyi :

ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."(An-Nuur [24] ayat 31).
Yang dimaksud dengan “illa maa zhahara minha” adalah wajah dan telapak tangan, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas, ‘Atha’, Makhul dan Said Bin Jubair yang dikutip oleh Ishaq Asy-Syairazi dan Ibnu Al-Munzir di atas.
Penjelasan Imam Syafi’i dan ulama lainnya di atas tidak boleh dipahami bahwa itu hanyalah masalah aurat perempuan dalam shalat saja, meskipun para ulama tersebut menjelaskannya dalam bab shalat, bahkan batasan aurat perempuan seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan juga berlaku di luar shalat. Hal ini karena dalil yang mereka gunakan untuk batas aurat perempuan seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah berdasarkan Surah An-Nur ayat 31 di atas sebagaimana terlihat dalam penjelasan Ibnu Al-Munzir, Asy-Syairazi dan Ibnu Hajar Al-Haitamy di atas.
Sementara sebagaimana dimaklumi Surah An-Nur ayat 31 tersebut berlaku untuk perempuan muslimah, baik dalam shalat maupun di luar shalat.
Ibnu Katsir menyebutkan sebab nuzul ayat ini adalah seorang muslimah bernama Asmaa binti Mursyidah pernah berada di antara kaum Bani Haritsah. Perempuan-perempuan dari Bani Haritsah menemuinya dalam keadaan tanpa busana yang semestinya, yang nampak gelang kaki di kaki mereka, dada dan jambul mereka. Asmaa pun berucap : “Alangkah sangat keji ini”.
Maka turun ayat Surah An-Nur ayat 31 ini.
Lihat:
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, Juz. 6, Hal. 41.
Penjelasan Ibnu Katsir ini juga telah dikemukakan oleh As-Suyuthi dalam kitab Lubab An-Nuqul fii Asbab An-Nuzul.
Lihat:
As-Suyuthi, Lubab An-Nuqul fii Asbab An-Nuzul, Muassisah Al-Kutub Ats-Tsaqafiyah, Beirut, Hal. 187.
Berdasarkan asbab an-nuzul-nya ini, maka dapat dipahami bahwa ayat Surah An-Nur ayat 31 ini tidak mungkin hanya dipahami sebagai penjelasan aurat perempuan dalam shalat saja, karena sebab nuzulnya tidak mungkin boleh keluar dari maksud ayat sebagaimana dimaklumi dalam ushul fiqh.
Alhasil pada dasarnya, aurat perempuan di luar shalat menurut mazhab Syafi’i adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan.
Adapun nash sebagian ulama Syafi’iyah yang menyebutkan aurat perempuan di luar shalat adalah seluruh tubuh tanpa kecuali, hal itu adalah karena i’tibar faktor luar, seperti fitnah, dapat mengundang pandangan yang diharamkan atau lainnya sebagaimana sudah disebutkan dalam butir-butir kesimpulan di atas.
Karena itu, kadang-kadang perempuan dalam kondisi tertentu wajib menutup seluruh tubuhnya tanpa kecuali, namun hukum dasarnya aurat perempuan tidak termasuk wajah dan telapak tangan.
Argumentasi wajib atas laki-laki menahan matanya dari sengaja memandang sebagian tubuh wanita termasuk wajahnya, berdasarkan firman Allah berbunyi :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."(An-Nuur [24] ayat 30).

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa memakai penutup wajah (cadar) dalam pandangan mazhab Syafi’i adalah tidak wajib.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa memakai cadar merupakan ekspresi akhlaq yang mulia dan menjadi sunnah, karena setidaknya hal itu dapat mencegah hal-hal yang menjadi potensi kemungkaran dan maksiat.
Bahkan menjadi wajib kalau diduga kuat (dhan) seandainya membuka wajah akan mendatangkan pandangan haram laki-laki kepadanya.
Wallahu A’lam bish-shawab.

Anonymous Web Developer

Blog idiots yg membahas tentang pengetahuan, tentang islam , multimedia , graphic design dan photography.

No comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan baik