Wednesday 20 July 2016

TAWAKAL


MENGAJI TENTANG TAWAKAL DARI IMAM AL-GHAZALI.

Menurut Imam Al-Ghazali, tawakal itu digunakan dalam tiga tempat:

 1. Tawakal kepada keputusan Allah.

Maksudnya, engkau harus memiliki keyakinan penuh dan merasa puas dengan keputusan apa pun dari Allah. Hukum Allah tak akan berubah, seperti yang tercantum dalam Al-Quran dan hadits.

 2. Tawakal kepada pertolongan Allah.

Engkau harus bersandar dan percaya penuh pada pertolongan Allah Azza wa Jalla. Jika engkau menyandarkan diri pada pertolongan Allah dalam dakwah dan perjuangan bagi agama Allah, maka Allah pasti akan menolongmu.

 3. Tawakal berkaitan dengan pembagian rezeki yang diberikan oleh Allah.

Engkau harus yakin bahwa Allah ‘Azza wa Jalla akan mencukupi nafkah dan keperluan kita sehari-hari.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal kepada-Nya, niscaya Dia akan memberimu rezeki sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung. Burung itu keluar dari sarangnya di pagi hari dalam keadaan perut yang kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan perut terisi penuh.” (HR Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

 Allah SWT berfirman,

 وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ

 “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS Ath-Thalaq: 3).

Imam Al-Ghazali mengatakan, “Rezeki itu ada empat macam, yakni rezeki yang dijamin, rezeki yang dibagikan, rezeki yang dimiliki, dan rezeki yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Rezeki yang dijamin merujuk kepada makanan dan segala apa yang menopang tubuh dan jiwamu. Jenis rezeki seperti itu tak terkait dengan sumber-sumber lainnya di dunia. Jaminan terhadap rezeki jenis ini datang dari Allah Ta’ala. Maka, bertawakal terhadap rezeki jenis ini wajib berdasarkan dalil aqli dan syar’i. Sebab, Allah telah membebankan kita untuk mengabdi kepada-Nya dan mentaati-Nya dengan tubuh kita. Dia pasti telah menjamin apa-apa yang menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh kita agar kita dapat melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya.

Rezeki yang dibagi adalah apa yang telah dibagikan oleh Allah dan telah tertulis di Lauwhun Mahfuzh secara detail. Masing-masing dibagikan sesuai dengan kadar yang telah ditentukan dan waktu yang telah ditetapkan, tidak lebih dan tidak kurang, tidak maju dan tidak mundur dari apa yang tertulis itu.

Rasulullah SAW bersabda, “Rezeki itu telah dibagikan dan kemudian telah diberikan semuanya. Tidaklah ketakwaan seseorang dapat menambahkannya dan tidak pula kejahatan orang yang berlaku jahat dapat menguranginya.”

Sedangkan rezeki yang dimiliki adalah harta benda dunia yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk dia miliki. Dan ini termasuk rezeki dari Allah.

Allah berfirman,

 أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقۡنَٰكُم

 “Belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu.” (QS Al-Baqarah [2]: 254).

Adapun rezeki yang dijanjikan adalah segala apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa dengan syarat ketakwaan, sebagai rezeki yang halal, tanpa didahului oleh usaha yang bersusah payah.

Sebagaimana firman Allah SWT,

 وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ

 “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (QS Ath-Thalaq : 2-3).

Inilah beberapa jenis rezeki dari Allah, dan wajib bagi kita untuk bersikap tawakal dengan rezeki yang dijamin oleh-Nya. Maka, perhatikan hal ini dengan seksama.”

• Dikutip dari Kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Al-Ghazali.

Anonymous Web Developer

Blog idiots yg membahas tentang pengetahuan, tentang islam , multimedia , graphic design dan photography.

Friday 1 July 2016

Fadhilah Lailatul Qadar


Fadhilah Lailatul Qadar.

• Fadhilah Lailatul Qadar menurut Imam An-Nawawi dalam Majmu’ Syarah Muhadzdzab:

 

قوله (لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ)
معناه العبادة فيها أفضل من العبادة في ألف شهر ليس فيها ليلة القدر ، قال ابو طيب قال ابن عباس معناه العبادة فيها خير من العبادة في الف شهر بصيام نهارها وقيام ليلها ليس فيها ليلة القدر

 

Pada ucapannya (Malam Qadar lebih baik daripada seribu bulan), maknanya beribadah padanya itu adalah lebih utama daripada beribadah pada seribu bulan yang tidak terdapat malam qadar padanya.
Abu Thayyib berkata, Ibnu ‘Abbas berkata: Maknanya: Beribadah padanya itu adalah lebih baik daripada beribadah pada seribu bulan dengan berpuasa pada siang harinya dan qiamul-lail (beribadah) pada malam harinya yang tidak terdapat malam qadar padanya.

 

 قوله (تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ) أي جبريل عليه السلام (بِإِذۡنِ رَبِّهِم) أي بأمره (مِّن كُلِّ أَمۡرٖ سَلَٰمٌ) اي يسلمون على المؤمنين . قال ابن عباس يسلمون على كل مؤمن الا مدمن الخمر أو مصر على معصية أو كاهن أو مشاحن ، فمن أصابه السلام غفر له ما تقدم

 

Pada ucapannya (turunnya malaikat dan ruh), artinya Jibril ‘alaihis-salam.
(Dengan izin Tuhan mereka), artinya dengan perintah-Nya.
(Untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan), artinya mereka memberi salam atas segala orang beriman.
Ibnu ‘Abbas berkata: Mereka memberi salam atas setiap orang yang beriman, kecuali orang yang meminum arak (minuman keras / yang memabukkan), atau orang yang selalu (berkekalan) bermaksiat, atau dukun, orang yang dengki (benci-membenci).
Maka barang siapa yang tertimpa (mendapatkan) salam, niscaya diampuni baginya dosa yang telah lalu.


• Perkiraan terjadi Lailatul Qadar.

• Dalam Kitab Hasyiyah Ash-Shaawi ‘alal-Jalaalain (Cetakan Al-Haramain) juz 4 halaman 453, pada tafsir surah Al-Qadar.


فعن أبي الحسن الشاذلي إن كان أوله الأحد فليلة تسع وعشرين ، أو الإثنين فإحدي وعشري أو الثلاثاء فسبع وعشرين أو الأربعاء فتسعة عشر أو الخميس فخمس وعشرين أو الجمعة فسبعة عشر أوالسبت فثلاث وعشرين


“Dari Abi Al Hasan Asy Syadzaliy:
 Jika awal Ramadhan hari Ahad maka lailatul qadar malam 29.
 Jika awal Ramadhan hari Senin maka lailatul qadar malam 21.
 Jika awal Ramadhan hari Selasa maka lailatul qadar malam 27.
 Jika awal Ramadhan hari Rabu maka lailatul qadar malam 19.
 Jika awal Ramadhan hari Kamis maka lailatul qadar malam 25.
 Jika awal Raamadhan hari Jumat maka lailatul qadar malam 17.
 Jika awal Raamadhan hari Sabtu maka lailatul qadar malam 23.”


• Dalam Kitab Hasyiyah Al-Bajuriy (Cetakan Al-Haramain) juz 1 halaman 304.
 Dan Kitab Hasyiyah I’anatuth-Thalibin (Cetakan Al-Haramain) juz 2 halaman 258.

“Jika awal Ramadhan hari Jumat, maka Lailatul qadar pada malam 29.
 Jika awal Ramadhan hari Sabtu, maka Lailatul qadar pada malam 21.
 Jika awal Ramadhan hari Ahad, maka Lailatul qadar pada malam 27.
 Jika awal Ramadhan hari Senin, maka Lailatul qadar pada malam 29.
 Jika awal Ramadhan hari Selasa, maka Lailatul qadar pada malam 25.
 Jika awal Ramadhan hari Rabu, maka Lailatul qadar pada malam 27.
 Jika awal Ramadhan hari Kamis, maka Lailatul qadar pada malam 23”.

Allahu A’lam bish-shawab.

Anonymous Web Developer

Blog idiots yg membahas tentang pengetahuan, tentang islam , multimedia , graphic design dan photography.